“Bisa Bersama”: Jalan Menuju Pembangunan

Tahun ini, saya menelepon cucu perempuan tertua saya untuk memberikan nasihat. Namun sebaliknya, justru dialah yang akhirnya menasihati saya. Dia berkata, “Ompung (grandpa), jangan membuat kebijakan yang akan merusak generasi saya, generasi berikutnya.” Kata-katanya begitu menekankan pentingnya pekerjaan kita di G20: Bagaimana kita semua dapat menghancurkan atau menciptakan masa depan yang lebih indah untuk generasi mendatang.

Bisa Bersama, dalam bahasa Inggris, dapat diterjemahkan sebagai “we can do it together.”

Dua kata sederhana dalam bahasa Indonesia yang menandakan bagaimana kita memandang kemajuan dalam masyarakat. Di sini, di Indonesia, kami berpegang teguh bahwa Bisa Bersama adalah cara untuk mencapai pembangunan di negeri kami. Visi kami yakni menjadi negara berpenghasilan tinggi pada tahun 2045, tahun di mana Indonesia modern berulang tahun yang ke-100.

Namun kami memahami bahwa target pertumbuhan ini hanya dapat dicapai jika kita mempercepat pembangunan.

Keyakinan saya adalah bahwa dua kata yang sama, Bisa Bersama, juga berlaku untuk pembangunan global.

Kita harus mengakui bahwa ada immiserizing trade (perdagangan yang menyengsarakan), immiserizing investment (investasi yang menyengsarakan), dan immiserizing growth (pertumbuhan yang menyengsarakan). Dan ini terjadi ketika kebijakan ekonomi sebagian besar dirancang untuk “increase the pie” dengan mengabaikan “distribution of the pie.”

Bisa Bersama menjadi katalis dalam setiap kebijakan ekonomi yang mempercepat pembangunan. Karena kecuali pertumbuhan berdampak pada seluruh lapisan masyarakat; kecuali tak ada lagi yang tertinggal; kecuali kita telah menjembatani ketimpangan; kita tidak dapat bicara mengenai pembangunan. Karena secara definitif, pembangunan bersifat inklusif, pertumbuhan tidak.

Tiga tema utama KTT G20 ini merujuk pada kebutuhan mendesak untuk mempromosikan kesetaraan. Kita perlu menyediakan safety net yang tepat bagi mereka yang kurang beruntung, memaksimalkan akses ke pendidikan, informasi, dan partisipasi dalam kegiatan ekonomi untuk semua, serta memastikan keberlanjutan, ketahanan energi, dan kualitas hidup yang baik bagi setiap warga negara.

Tantangannya sekarang adalah “Recover Together – Recover Stronger.” Inilah tema utama pertemuan G20 kita kali ini. Dan justru upaya inilah yang merupakan manifestasi dari Bisa Bersama.

Pembangunan inklusif adalah jalan satu arah. Saya harap kita semua paham bahwa ketidaksetaraan itulah yang menghambat pembangunan. Tentu tidak ada masyarakat yang bisa makmur tanpa pembangunan yang merata. Begitu pula keluarga hingga dunia tidak bisa makmur tanpa adanya pemerataan.

Selama masyarakat menemukan diri mereka dalam perangkap kemiskinan; selama tidak ada mobilitas sosial kecuali jika kita masing-masing dapat bermimpi dan mengejar kualitas hidup yang lebih baik, tidak akan ada pembangunan atau pertumbuhan berkelanjutan yang dapat dicapai.

Jadi, saya mendorong Anda semua – para pemimpin dunia yang berada di Bali saat ini, untuk bergabung dengan kami dalam menjadikan Bisa Bersama sebagai prinsip panduan bersama. Mari kita semua berkomitmen untuk ini.

Mari kita cermati, mulai sekarang, semua inisiatif kita agar didasarkan pada nilai kebersamaan dari pembangunan yang inklusif.

Apakah suatu kebijakan mendorong kesetaraan? Mari kita kejar. Apakah investasi tertentu mengarah pada peningkatan kekayaan pribadi dan penurunan kekayaan publik? Maka itu harus kita tinggalkan.

Saya sadar bahwa apa yang saya usulkan di sini hari ini bukanlah janji yang mudah. Hal ini membutuhkan ketahanan, konsistensi, dan pengendalian diri.

Tapi saya tegas mempertahankan bahwa ketidaksetaraan adalah pilihan politik, bukan keniscayaan.

Bisa Bersama adalah remedi dari ketimpangan.

Jika kita memiliki komitmen yang sama untuk mematuhi prinsip ini, maka kolaborasi kita dalam ikhtiar internasional ini dapat menjadi bermakna dan signifikan bagi generasi muda, seperti cucu perempuan saya, anak-anak kita, semua generasi, dan seluruh warga negara kita.



Bagikan: